Suami dari Nur Ayu Kartika Sari ini adalah lulusan Curtin University of Technology Australia, lahir bulan Januari 1977. Diantara kesibukannya menangani job TVC ia meluangkan waktu untuk malayani interview.
![]() |
Ocky Nugroho. Foto oleh: Fitra Sunandar |
Sejak kapan mulai jadi director?
Sejak tahun 2007. Tahun 2005 mulai terjun ke dunia iklan sebagai asisten sutradara, terutama untuk sutradara luar seperti Bo Krabbe. Dulu sering kerja di RT Films bersama Bo, sebagai asisten sutradara, lalu jadi co-director.
Sebelum jadi director, pernah kerja sebagai apa?
Jadi director untuk company profile. Setelah lulus kuliah pernah jadi Motion Graphic Designer, jadi editor juga, juga jadi director TV program. Dulu kerja di production house yang sekaligus ada post-housenya juga, namanya Vertigo, dari kurun waktu 2000 sampai 2002.
Sampai akhirnya menyutradarai iklan bagaimana awalnya?
Awalnya ada teman director namanya Joe Gievano, yang saat itu kerja in-house di RT Films. Dia nyari orang buat jadi astrada director luar, yaitu Ross Tiney. Karena saya dan Joe pernah satu kota
di Perth, teman main dan kuliah di Australia, jadi dia menawari saya untuk jadi astrada.
TVC apa yang pertama kali dikerjakan?
Waktu itu dengan Ross Tiney, produk permen. Settingnya keren, kebun binatang. Pertama kali bikin dan bantuin langsung belajar banyak karena banyak proses compositing. Banyak animasi untuk hewan-hewannya, itu 3D dan compositing. Kalau membuat video profile kan pendekatannya beda,
begitu terjun ke TVC ternyata langsung dapat job yang membuat melek mata, memberi banyak
pelajaran.
Jadi TVC yang paling berkesan juga pembuatannya?
Lebih ke pembelajaran saja sih. Yang paling berkesan waktu kerja sama Bo Krabbe bikin TVC Dji Sam Soe yang F16, shooting di Iswahyudi Madiun. Proses pembuatannya ribet karena melibatkan instalasi militer, dan jadinya juga keren banget sih. Jadinya heroik.
Sudah banyak mengerjakan TVC dengan muatan animasi 3D?
Sudah banyak, hampir semua, karena saya sebetulnya senang teknikal. Seperti TVC yang sedang saya kerjakan sekarang, sebetulnya konsep dari agency dan klien simple, grafis doang. Cuma gemas saja, akhirnya saya treat untuk di-compose biar benar-benar kaya life.
Untuk pengerjaan compositing dan 3D lebih banyak dimana, dalam atau luar negeri?
Dalam negeri semua.
Berdasar pengalaman, bagaimana kualitas compositor dan 3D artist di dalam negeri?
Oke. Sebetulnya kita semua mampu, cuma suka tidak dipercaya orang. Jadi kesempatannya saja yang kurang. Bagus-bagus kok. Yang saya sesalkan di Indonesia, proses yang melibatkan paska produksi yang harusnya bagus, waktunya lebih lama pengerjaannya, mereka tidak mau tahu, inginnya cepat selesai.
Apa yang bisa dilakukan oleh sutradara untuk memberi pengertian pada pihak client tentang hal tersebut?
Bisa. Cuma ujung-ujungnya mengorbankan kualitas karena harus kejar tayang. Saya selalu memberikan penjelasan bahwa pengerjaan 3D tidak bisa diburu-buru. Cuma ujungnya, dalam waktu segini, bisanya kaya bagaimana. Paling begitu. Jadi kita mengalah, karena keputusan semua ada pada client.
Makin bertambahnya stasiun TV, apa ada peningkatan produksi iklan yang ditangani sejak pertama jadi direktor dengan kondisi sekarang?
Sama saja. Coming n Going. Ada bulan kosong, bulan sepi ada bulan rame banget. So far belum
pernah merasakan yang benar-benar rame terus sepanjang tahun. Pernah merasakan sebulan dua bulan kosong, tapi merasakan sebulan sampai empat job pernah juga. Tapi makin kesini saya ingin serius dari sisi artistik. Belajar terus, karena dari awal berkecimpung kan pengetahuannya baru 30%-40%. Ketemu orang baru, ketemu board baru, kita ulik lagi, itu seperti jadi proses pembelajaran.
Sudah berapa banyak TVC yang dikerjakan?
30-an.
Sudah menemukan passionnya, apakah di jenis dan gaya TVC tertentu?
Saya tidak bisa bilang begitu juga sih. Karena board yang saya kerjakan kebanyakan serius. Cuma pengennya mengerjakan jenis board apa aja bisa. Dikasih beauty pengen bisa. Dikasih teknikal juga ayo. Passion sih lebih ke teknikal. Saya senang dengan mark Toia.
Suka dukanya menjadi director selama ini?
Banyak sukanya. Dukanya paling, takutnya, profesi kita ini.. dunia kita ini, dunia produksi, gosipnya kan kencang. Jadi kalau kita bikin job yang client atau agency gak happy, beritanya bisa menyebar cepat banget. Padahal kalau kita bikin bagus gak ada yang notice, itu bikinan siapa. Kalau job gak bagus pun tidak sepenuhnya salah director, karena ujungujungnya budget. Tergantung pada tim yang
dikasih juga bagaimana. Kalau hasilnya kurang maksimal yang jadi kambing hitam pasti director. Mempertahankan kredibilitas lumayan berat. Dengan budget kecil pun kita jangan sampai bikin jelek lah, karena orang gak tahu itu budgetnya kecil.
Ada saran untuk yang ingin jadi director?
Harus terus belajar dan tahan mental. Yang membuat sukses, mental dan attitudenya dijaga. Attitude harus baik, Gak usah aneh-aneh kerja di industri ini. Harus tahan banting kalau dihantam berbagai pihak.***
Artikel dan interview oleh: Fitra Sunandar
(Dilarang menyadur/mengutip/mempublikasi ulang tanpa mencantumkan sumber dan nama penulis)
0 Comments