Find us on Google Plus

header ads

Proses Produksi Film The Hobbit - The Desolation of Smaug

Walau meneruskan dari film sebelumnya, The Hobbit - Unexpected Journey - pembuatan VFX untuk sequelnya, The Hobbit - The Desolation of Smaug ini tak semudah yang diperkirakan. Banyak lokasi baru, ada beberapa tambahan karakter, serta penyempurnaan modeling dari asset-asset yang digunakan sebelumnya. Misalnya pada karakter Azog yang mengalami improvement pada muscle yang digunakan pada rig mahluk tersebut agar bisa menghasilkan performa yang lebih dinamis. “Texturenya pun sudah diupdate dan ditambahkan detail untuk pengambilan gambar close up,” Eric Saindon, VFX Supervisor dari Weta Digital menjelaskan.



Struktur pada Bolg mirip dengan struktur sang ayah, Azog, hanya saja pada tubuh Bolg terdapat metal yang tertanam pada beberapa bagian tubuhnya dan terdapat beberapa sobekan pada mulut. Hal tersebut memberikan tantangan pada divisi animation and creatures. Mereka banyak melakukan muscle simulations untuk mengkalkulasikan interaksi antara metal, kulit dan otot. Membuat pergerakan tanpa menimbulkan tampilan kulit yang terlihat palsu adalah hal yang sangat menantang. Begitu juga halnya dengan pembuatan lip sync pada karakter yang memiliki banyak sodetan pada mulutnya.

“Teknologi telah banyak berubah sejak saat kami membuat film Lord of The Ring,” visual effects supervisor, Joe Letteri, menjelaskan tentang beberapa perubahan yang harus dilakukan pada asset-asset yang pernah di pakai sebelumnya, bahkan sejak film pertama Trilogy Lord of The Ring yang dibuat pada 10 tahun yang lalu. Jadi bukan hanya sekedar mengambil file lama, mengubah settingan, lalu siap digunakan.


Perubahan lain terjadi pada laba-laba yang menyerang Bilbo di hutan Mirkwood. Desain tubuh laba-laba dibuat lebih familiar, tidak terlalu seperti mahluk fantasi, hanya saja ukurannya sangat besar hingga terlihat sangat menakutkan. Joe Letteri dan tim dari Weta sengaja membuat penampakan sang laba-laba seperti laba-laba biasa. Perubahan besar dibuat pada bagian mukanya dengan menambahkan rahang dan taring. “Kami ingin agar penonton bisa membayangkan rasanya digigit oleh gigi-gigi tersebut, lalu ditelan oleh mereka,” Letteri menjelaskan. “tapi badan dan kepala laba-laba tersebut dibuat berdasarkan bentuk sesungguhnya.”



Riset mengenai bentuk laba-laba tersebut melibatkan seorang ahli laba-laba dari museum New Zealand. “Kami melihat koleksi laba-laba dengan penampilan aneh dan mengerikan,” supervisor departement, Gino Acevedo menjelaskan. “Kami diberi beberapa gambar referensi dari bagian tubuh laba-laba yang diambil melalui mikroskop elektron. Ada banyak bagian dari laba-laba tersebut yang tak pernah kita ketahui.

Peter Jackson sendiri, yang ternyata takut sekali pada laba-laba, menginginkan laba-laba dengan tampilan yang kuno, yang mengesankan bahwa mahluk tersebut telah berkeliaran di hutan bertahun-tahun lamanya, karena itu Weta memberikan tektur kulit yang mengeras dibeberapa area, dan potongan-potongan kulit yang mengelupas agar memberikan kesan kulit yang sangat tua. Bahkan pada tubuh laba-laba tersebut ditambahkan cairan agar tampak seperti mahluk yang berpenyakit. “Tanpa itu, mahluk tersebut terlihat terlalu ‘bersih’, atau seperti kalau istilah kami, tidak ‘CG perfect,” Avevedo menjelaskan.

Animasi pada laba-laba dibuat berdasarkan footage dari pergerakan laba-laba yang sebenarnya. Menggerakkan mahluk-mahluk tersebut secara cepat tapi dengan berat beban yang sesuai tubuh mereka adalah sebuah tantangan yang cukup sulit hingga membutuhkan banyak trial and error hingga bisa dihasilkan animasi yang sesuai.



Tantangan terbesar tentu saja datang dari sang karakter naga raksasa, Smaug. Monster raksasa ini digambarkan sebagai tokoh psychopath seperti Hannibal Lecter yang - enatah kenapa, tak bisa dijelaskan - memiliki kegemaran terhadap emas. “Yang terpikirkan oleh saya adalah membuatnya lebih besar dari yang dibayangkan orang,” Peter Jackson sang sutradara menjelaskan. “Apabila kepalanya diangkat dari tumpukan emas, maka besarnya seperti satu buah bis, dan badannya sebesar pesawat Boing 747. Pasti akan sangat menakutkan. Jadi saya pikir, ayo kita buat ukuran sebesar itu. Saya ingin, besar badannya saya bisa membuat takut si Hobbit.”




Smaug muncul pada film pertama menghancurkan Erebor sebagai naga berkaki empat. Tapi penampilannya di film kedua mengalami perubahan. “Kami mengerjakan karakter ini sepanjang tahun,” ujar Letteri. “Kami harus membuat ulang naga ini. Kami mengubah desainnya. Untuk membuat tampilannya secara benar, kami membuatnya dengan dua kaki dan sayap yang menempel pada kedua tangannya.”




Selama empat bulan pembuatan model sang naga di Weta studio, artist lainnya secara simultan membuat rekaman tampilan badan dan wajahnya. Kemudian selama lebih dari enam bulan masa pascaproduksi sampai filmnya tayang, Letteri bersama timnya secara penuh mengerjakan visual-effectnya. “Ada selusin kepala divisi yang menyiapkan Smaug, membuat modelnya, menyusun rig tulang belulangnya, membuat tekstur dengan benar, serta menyiapkan facial rig agar bisa bekerja www.veegraph.com Veegraph Magazine 13 dengan benar,” Letteri menjelaskan. “Begitu kita siap memproduksinya, ada sekitar 40-50 orang animator untuk membuat animasinya, mengatur lighting dan membuat simulasi. Di Weta Digital saja, ada sekitar 1.000 orang terlibat dalam pembuatan film ini.”

“Memiliki latar belakang pemahaman tentang character animation adalahh hal yang sangat membantu untuk memahami bagaimana mentransfer karakter manusia ke dalam karakter digital,” Letteri menjelaskan tentang animasi pada Smaug. “Dengan begitu, dan dengan apa yang sudah kami buat pada Goblin King dan Azog pada film sebelumnya, kami mengaplikasikannya pada naga raksasa ini, sehingga membuat sesosok monster menjadi suatu karakter.”

Benedict Cumberbatch terpilih untuk mengisi suara sang naga dan direkam pergerakannya dengan dipasangi motion-capture suit dan facial camera. “Kami tidak bisa mengambil tampilan itu dan langsung mengaplikasikannya pada Smaug, tapi kami bisa melihat tampilan wajah dan apa yang dilakukannya, lalu menerapkannya pada Smaug sebagai performer.”



“Membuat Smaug berbicara seperti seperti Benedict adalah hal yang sangat penting agar Smaug bisa tampil sebagai karakter,” Eric Saindon, VFX supervisor dari Weta menjelaskan. “Bentuk moncong yang seperti buaya dan tidak seperti mulut manusia adalah sebuah tantangan bagi para animator yang menggunakan footage dari Benedict sebagai referensinya.”

Penampilan Smaug yang tampak perkasa dibuat oleh lusinan animator dengan menggunakan teknik keyframe animation. Sang naga memiliki 300 individual bones dan 100 simulated muscles, serta 9 elemen simulasi yang berbeda seperti lipatan membran pada sayap.

Untuk facial rigging dan animasi pada wajahnya, dibuat berbarengan dengan proses desain sang naga. Rigging tersebut diterapkan pada model hi-res yang lain agar bisa mendapatkan range yang maksimal pada wajahnya tapi tetap dengan tampilan yang sesuai antara pergerakan dengan skala tubuhnya. Untuk mendapatkan mimik yang sesuai saat berdialog, maka ditambahkan bagian bibir dan rahang yang cukup kompleks, serta ditambahkan controller untuk bagian lubang hidung, mata dan alis, serta tenggorokan. Tanduknya pun dibuat flexible agar bisa diatur sesuai mood dan tekanan kata.

Semburan api yang dimiliki Smaug adalah fokus utama pada pembuatan karakter. Dimulai dengan sinar dari dalam dada dan leher, Smaug menciptakan api yang membara di dalam tenggorokannya dan menyemburkannya dengan kekuatan yang sangat besar. Api ini dibuat dengan fire simulation tool dengan nama Odin, yang dibuat khusus oleh Weta. Semburan api pada Smaug berdasarkan referensi dari tank yang berfungsi menyemburkan api saat Perang Dunia II.





Bagian lainnya yang menjadi fokus perhatian Eric Saindon adalah simulasi emas yang mengubur Smaug. Untuk membuat simulasi tersebut dibuat khusus program untuk menangani rigid body solver yang mampu menangani data yang sangat besar yang bisa dijalankan pada multiple render machine. Simulasinya sendiri mencakup 18 juta keping koin dan membutuhkan waktu lebih dari satu hari.



Selain simulasi koin emas, yang tak kalah sulit dan menantang dari film ini adalah simulasi air pada adegan hobbit dalam tong anggur. Untuk menangani hal tersebut, tim visual efex menghabiskan waktu satu tahun untuk membuat kode programing untuk menangani simulasi air dan pembuatan rigid body solver.***

Judul: The Hobbit: The Desolation of Smaug
Director: Peter Jackson
Writer: Fran Walsh, Philippa Boyens, Peter Jackson, Guillermo del Toro
Cast: Martin Freeman (Bilbo), Ian McKellen (Gandalf), Orlando Bloom (Legolas), Evangeline Lilly (Tauriel)
Executive Producer: Carolyn Blackwood
Associate Producer: Matthew Dravitzki
Producer: Carolynne Cunningham
Distributor: Warner Bros.
Produksi: Metro-Goldwyn-Mayer, New Line Cinema, WingNut Films
Biaya: $225.000.000 (estimasi)
Opening Weekend: $209.000.000 (Worldwide)

Artikel oleh: Fitra Sunandar
Productions stills images courtesy of Warner Bros Pictures.
(Dilarang menyadur/mengutip/mempublikasi ulang tanpa mencantumkan sumber dan nama penulis)

Post a Comment

0 Comments