PEMANDANGAN Bumi dari luar angkasa itu tak ada yang menandingi, seperti yang dibilang tokoh Matt Kowalski yang diperankan George Clooney. Bumi terlihat damai, tenang dan baik-baik saja. Planet bumi memang baik-baik saja, cuma manusianya saja yang tidak tahu diri. Kondisi ini mengingatkan pada apa yang dikatakan mendiang komedian George Carlin: “Nothing wrong with the planet. The planet is fine. The people are fucked... The planet has been through a lot worse than us. Been through all kinds of things worse than us. Been through earthquakes, volcanoes, plate tectonics, continental drift, solar flares, sun spots, magnetic storms, the magnetic reversal of the poles… hundreds of thousands of years of bombardment by comets and asteroids and meteors, worlwide floods, tidal waves, worldwide fires, erosion, cosmic rays, recurring ice ages... The planet…the planet…the planet isn’t going anywhere. WE ARE!”


Bumi, bagi kita yang percaya Tuhan, memang planet istimewa dimana Yang Maha Kuasa telah melengkapinya dengan sistem pertahanan diri yang mampu melindungi penghuninya dari ancaman radiasi sinar matahari dan serangan hujan meteor. Bumi tempat kita hidup tak hanya menyajikan begitu banyak pemandangan indah, tapi bumi itu sendiri pun tampak indah saat dilihat dari kejauhan, yaitu dari luar angkasa.

Terlepas dari ceritanya yang irit pemain, suasana dramatis tak hanya tersaji dari ritme cerita yang berubah-ubah dari cepat ke lambat, tapi pemandangan planet biru dari luar atmosfer sendiri sudah sangat dramatis.

Director: Alfonso Cuarón
Writer: Alfonso Cuarón, Jonás Cuarón
Director of Photography: Emmanuel Lubezki
Producer: Alfonso Cuarón
Executive Producer: Christopher DeFaria
Distributor: Warner Bros.
Produksi: Warner Bros.
Pemeran: Sandra Bullock, George Clooney, Ed Harris
Biaya: USD 105.000.000

Film Gravity menceritakan tentang Dr. Ryan Stone (Sandra Bullock) seorang medical engineer yang baru pertama kali bertugas ke luar angkasa, bersama dengan astronaut senior Matt Kowalsky (George Clooney) yang menjalani misi terakhirnya sebelum pensiun. Misi yang seharusnya berjalan mulus berubah menjadi tragedi yang mengerikan ketika pecahan satelit menabrak pesawat ulang alik yang mereka tumpangi, membuat Stone and Kowalsky harus berfikir dan berusaha ekstra keras agar bisa kembali ke Bumi.

Produksi film ini dilakukan di Shepperton Studios, Inggris, kecuali saat adegan Dr. Ryan Stone kembali ke Bumi, lokasi danau berada di Lake Powell, Arizona, Amerika. Setting lokasi yang berada di luar angkasa tentu tak memungkinkan untuk mengadakan shooting di lingkungan tersebut, jauh di luar atmosfer Bumi dengan kondisi tanpa gravitasi. Maka menciptakan environtment digital dengan pemandangan planet Bumi dari kejauhan serta latar belakang langit hitam bertabur bintang adalah pilihan utama sebagai solusinya.

Framestore VFX Studio, dibawah pengawasan Timothy Webber sebagai visual effects supervisor menangani sekitar 98 persen dari tampilan film ini, yang menandakan betapa mendominasinya materi digital pada film ini.

Framestore dan Tim Webber bahkan sudah terlibat sejak tahun 2009 untuk pembuatan previsnya, saat sang sutradara Alfonso Cuarón belum membuat skrip film Gravity. “Alfonso belum membuat skripnya, tapi sudah memiliki bayangan yang sangat jelas tentang film ini. Untuk berbagai alasan, film ini membutuhkan perencanaan yang sangat matang,” Webber menjelaskan.


Kebutuhan akan previs salah satunya untuk mensimulasi gerakan para astronot yang harus dibuat dengan animasi 3D. Keadaan di luar angkasa yang nol gravitasi tentunya jauh berbeda dengan keadaan di permukaan bumi yang terpengaruh gravitasi. Animator yang bagus tentu sangat paham akan pentingnya memberi efek weight (berat) agar karakter yang dianimasi tampak bergerak natural, hal itu berubah drastis saat para animator harus menggerakan karakter dalam kondisi tanpa gravitasi dan tanpa udara yang bisa menahan obyek. Untuk mempelajari hal ini para animator harus mempelajari video yang didapat langsung dari NASA. Proses pembuatan previs dibuat menggunakan aplikasi Autodesk Maya.

Dari hasil previs dan riset, proses pengambilan gambar kemudian dilakukan menggunakan set yang minimalis dengan menggunakan kotak lampu (light box) dimana para pemain berakting di dalam kotak tersebut. Light box ini berfungsi untuk mengatur cahaya yang diterima oleh karakter yang berada di dalamnya. Prinsip kerja light box ini seperti layar besar yang terdapat pada konser musik, sebuah layar yang sebetulnya terdiri dari susunan layar kecil yang bisa menampilkan gambar sesuai dengan yang diinginkan - gambar luar angkasa, planet bumi, pesawat ulang alik dan interior stasiun luar angkasa - dimana gambar tersebut bisa diatur besar kecilnya serta perputarannya hingga pantulan yang diterima oleh karakter bisa sesuai dengan pergerakan kamera.


Kebutuhan akan light box ini dikarenakan para aktor tidak mungkin berputar-putar sampai dengan 180 derajat - seperti pada adegan dimana Sandra Bullock terlempar di ruang hampa udara pada awal film. Kondisi tubuh saat berputar di ruang nol gravitasi tentu tak akan bisa sama dengan kondisi tubuh yang berputar di lingkungan yang terpengaruh gravitasi. Saat kepala berada di bawah, maka aliran darah akan menuju ke kepala, yang akan menyebabkan perubahan pada mimik wajah. Karena itu para pemain dikondisikan hanya terayun pada kemiringan yang tak melebihi 45 derajat. Sebagai gantinya, kamera dan sumber cahaya lah yang berputar-putar sehingga membuat ilusi seolah tubuh para aktor yang berputar.

Penggunaan kamera yang bisa berputar-putar dengan leluasa tentunya juga memberikan tantangan tersendiri. Dalam hal ini, sistem motion control robotik dari Bot&Dolly bernama IRIS mengambil perannya. Alat yang menyerupai tangan robot raksasa ini bisa dipasangi kamera sampai dengan seberat 500 Kg dan dikendalikan menggunakan Autodesk Maya. IRIS ini juga yang bergerak mendekati karakter untuk membuat tampilan zoom-in saat adegan karakter terjatuh mendekati kamera.

Kamera: Arri Alexa, Zeiss Master Prime Lenses
Negative Format: Codex
Cinematographic Process: ARRIRAW (2.8K) (source format), Digital Intermediate (2K) (master format)
Printed Film Format: 335 mm (anamorphic), D-Cinema (also 3-D version)


Pergerakan para aktor sendiri dibantu dengan berbagai macam rig dan wire. Ada beberapa adegan dimana Sandra Bullock bergantung pada rig dengan 12 kabel. Ada empat titik tempat kabel itu dikaitkan, yaitu di bagian bahu dan pinggul, dan tiga buah kabel tersambung pada masing-masing titik tersebut, sehingga titik tersebut bisa diatur dari tiga arah. Tiga orang pemain boneka tali (puppeteer) pada sebuah pertunjukan di London bertugas mengatur pergerakan kabel tersebut. Selain digerakkan secara manual, pergeraknnya juga bisa dikontrol dengan program komputer.

Beberapa adegan lainnya membutuhkan rig yang berbeda, seperti sebuah lengan yang ujungnya bisa diberi tempat duduk, dan lengan tersebut bisa bergerak dan berputar sampai 45 derajat, tidak sampai pada posisi jungkir balik. Ada pula rig yang berbentuk seperti tempat duduk pada sepeda, dimana salah satu kaki karakter terikat demi alasan keamanan.


Salah satu adegan yang paling menantang adalah saat Sandra Bullock melepas pakaian luar angkasanya dalam ISS (International Space Ship / Stasiun Luar Angkasa Internasional), lalu bergerak dari satu ruang ke ruangan lainnya. Adegan di dalam interior ini lebih sulit karena lebih banyak bagian dari tubuh karakter yang harus di-shoot, sementara adegan di luar ruangan hanya membutuhkan bagian kepala saja. Adegan yang menampilkan seluruh tubuh karakter otomatis membutuhkan komposisi cahaya dan gerakan yang sesuai pula. Pada adegan para astronot memakai pakaian luar angkasa mereka, hanya kepala dan wajah mereka yang merupakan hasil live shoot, sementara pakaian, lengan dan lingkungan sekitar semuanya dibuat menggunakan 3D.

Sang sutradara Alfonso Cuarón, harus duduk bersama dengan Tim Webber dan DoP Emmanuel Lubezki untuk mengawasi adegan tersebut. Mereka harus mengawasi pergerakan yang dibuat oleh puppeteer apakah sudah sesuai atau belum dengan pergerakan kamera dan pergerakan cahaya, sehingga walaupun disana tak ada setting ISS, tapi adegan saat sang artis memegang pintu dan bergerak antar koridor pesawat bisa dibuat senatural mungkin. “Jadi sulit memutuskan apakah pengambilan gambar tersebut berhasil dari sudut pandang sutradara, VFX Supervisor dan dari sudut pandang DoP (Director of Photography),” ujar Webber.


Masalah yang tak kalah peliknya juga muncul berkenaan dengan pengambilan gambar dalam light box. Karena tak mungkin menggunakan green screen maka setiap adegan yang diambil harus melalui proses rotoscoping pada karakternya. Jadi apa yang ada di belakang Sandra Bullock harus diroto hingga benarbenar bersih. “Tak mungkin menggunakan green screen,” Webber menjelaskan. “Karena kamera selalu bergerak dan kita tak akan bisa mendapatkan cahaya yang tepat.”

Set pada lokasi shooting film Gravity sangat berbeda dengan set shooting film pada umumnya. Tak ada crew lighting yang bolak-balik mengangkat lampu, tak ada kameramen mengintip melalui view finder, tak ada crew wardrobe yang bersiaga, hanya ada mesin aneh berbentuk kotak besar. Saat pengambilan gambar berlangsung, suara yang terdengar hanya dari light box yang bergerak di atas rel serta pergerakan si tangan robot raksasa bernama IRIS yang memegang kamera ARRI Alexa. Sementara sisanya adalah creative crew dan teknisi yang sibuk di depan laptop.


Satu-satunya adegan on-location adalah saat Sandra Bullock keluar dari dalam danau, yang pengambilan gambarnya dilakukan di sebuah danau bernama Lake Powell di kawasan Arizona, Amerika. Adegan tersebut menurut Alfonso Cuarón merupakan metafora kelahiran kembali sang astronot, di mana ia keluar dari air, merangkak, dan berdiri untuk pertama kalinya hingga kemudian berjalan di atas kedua kakinya.***

Artikel oleh: Fitra Sunandar
Productions stills and visual effects images courtesy of Warner Bros Pictures. All rights reserved.
(Dilarang menyadur/mengutip/mempublikasi ulang tanpa mencantumkan sumber dan nama penulis)