kekuatan besar menuntut tanggung jawab yang besar. Dilema itu tak
hanya dialami manusia laba-laba alias Spiderman, tapi juga dialami
dua wanita cantik kakak-beradik bernama Elsa dan Anna. Keduanya
adalah anak dari seorang raja yang berkuasa di kerajaan bernama
Arendelle. Sang raja dan permaisuri meninggal dalam sebuah kecelakaan,
meninggalkan kedua anak wanitanya dalam sebuah hubungan kakak beradik yang tak
leluasa. Hal tersebut dikarenakan Elsa sang kakak memiliki kekuatan cryokinetic yang
mampu mengendalikan es. Sayangnya, Elsa tak selalu mampu mengendalikan kekuatan
yang dimilikinya tersebut, hingga pernah hempir membunuh sang adik saat masih kecil.
Tak ingin kejadian serupa terulang, Elsa memilih mengunci diri dan tak mau menemui
Anna hingga mereka beranjak dewasa.
Dalam sebuah acara yang mengharuskan
Elsa keluar dari kamar dan menemui para
tamu kerajaan, kejadian mengerikan pun tak
terhindarkan lagi. Kekuatan Elsa menjadi tak
terkendali hingga menjadikan seluruh daratan
beku sejauh mata memandang. Elsa yang tak
ingin keadaan menjadi lebih parah lagi akhirnya
memilih mengasingkan diri jauh dari adiknya,
dan jauh dari istana yang selama ini menjadi
tempat tinggalnya.
Cerita Frozen ini terinspirasi dari cerita karya
Hans Christian Andersen berjudul The Snow
Queen, dan dikemas menjadi film animasi khas
Go’ yang menjadi soundtrack film ini ditulis oleh
suami istri bernama Robert Lopez dan Kristen
Anderson-Lopez.
Untuk mempelajari sifat cahaya yang membias
dan memantul pada es dan salju, tim animator
sengaja pergi ke sebuah hotel es di Quebec,
Kanada. Latar belakang alam Norwegia dan
nuansa musim dingin di Wyoming, Amerika,
menjadi inspirasi pembuatan set lokasi pada film
ini.
“Kami memiliki jadwal waktu yang sangat singkat
untuk film ini, jadi fokus utama kami adalah
benar-benar untuk mendapatkan cerita yang
tepat. Tetapi John Lasseter tertarik pada sifatsifat
yang sebenarnya dari material untuk bisa
menciptakan sebuah dunia yang masuk akal.
Bukan berarti dunia yang realistik, tapi dunia
yang bisa diterima oleh pikiran kita. Penting bagi
animator kami untuk mengetahui bagaimana
keadaan lingkungan di Norwegia,” Del Vecho,
sang produser menjelaskan.
“Pada film ini kami menunjuk beberapa
supervisor untuk mengawasi animasi pada
karakter-karakter tertentu,” Del Vecho kembali
menjelaskan tentang proses produksi film
Frozen. “Beberapa animator mungkin saja
mengerjakan animasi pada karakter berbeda,
tapi tetap harus dibawah supervisi satu lead
animator. Hal ini berbeda dibanding pada
proses pembuatan film Tangled. Kami memilih
melakukan cara seperti ini agar satu orang
animator bisa benar-benar memahami dan bisa
mengembangkan karakter yang mereka tangani
dan membagikannya pada anak buahnya. Hyrum
Osmond, animator yang menangani karakter
Olaf, adalah orang yang pendiam tapi lucu dan
unik, jadi kami merasa ia akan memberikan
banyak kelucuan pada karakter Olaf. Becky
Bresee yang menangani karakter Anna, baru
pertama kali menjadi lead animator pada
satu karakter, dan kami menugasinya untuk
mengawasi animasi pada Anna.”
Head of animation dari film ini adalah Lino
DiSalvo. Bagi DiSalvo, tugasnya adalah
memberikan emosi, perasaan dan energi pada
masing-masing karakter, agar mereka bisa
tampil seperti wujud mereka. Mereka yang
menciptakan performa film tersebut. “Tugas
kami adalah menciptakan keadilan bagi karakter
tersebut,” DiSalvo menjelaskan. “Mendorong
tim beranggotakan 60 orang animator untuk
menciptakan akting yang jujur dan bisa dipercaya
pada karakter-karakter tersebut.”
Pekerjaan para animator
sebetulnya sudah
dimulai satu tahun
sebelum produksi,
dengan dibantu oleh
seorang pelatih akting
mereka mempelajari
satu persatu karakter
dalam film Frozen.
Mereka memperdalam
sifat karakter-karakter
tersebut, cerita masingmasing
tokoh, bekerja
dengan voice talent untuk
mempelajari bagaimana
mereka bergerak,
bernafas, tekanan pada
wajah mereka saat
berbicara ataupun bernyanyi.
Seekor rusa kutub sengaja dibawa ke studio
agar bisa dipelajari oleh para animator, hingga
bisa menerapkan pergerakan dan perilaku yang
sesuai untuk karakter rusa bernama Sven.
Beberapa bangunan yang menjadi landmark
Norwegia dimasukkan pada beberapa adegan
film Frozen, seperti Benteng Akershus di Oslo,
Katedral Nidaros di Trondheim dan Bryggen di
Bergen. Beberapa hal yang khas negeri ini pun
tak luput untuk diadaptasi, seperti gereja Stave,
mahluk besar troll, perahu Viking, pakaian khas
Norwegia dan makanan seperti lutefisk. Tak
ketinggalan pula beberapa elemen lainnya yang
diambil dari adat budaya Norwegia utara dan
Norwegia tengah seperti rusa dan peralatan
yang digunakan untuk mengendalikannya,
gaya pakaian, dan bagian dari latarbelakang
musikalnya.
Dari sisi sinematografi, Michael Giaimo
yang bertugas sebagai Art Director, sangat
dipengaruhi oleh karya Jack Cardiff di film Black
Narcissus. Menurutnya, hal tersebut memberi
sentuhan hiper-realistik pada film. “Ini adalah
sebuah film dengan skala yang besar dan ada
fjords atau tebing khas Norwegia yang harus
ditampilkan,” Ia menjelaskan. “Saya sangat ingin
mengeksplorasi kedalamannya. Dari perspektif
design, aspek vertikal dan horisontal yang saya
tarik, pemandangan tebing memberikan tampilan
yang sempurna. Kami membungkus cerita
tentang persaudaraan ini dalam sebuah skala.”
Film lainnya yang memberi inspirasi pada Giaimo
adalah The Sound of Music. “Penempatan
karakter dan lingkungan dan permainan dari sisi
sinematografi sangat brilian dalam film tersebut,’
Giaimo memberi alasan.
Atas ide Giaimo pula film Frozen ditampilkan
dalam format CinemaScope, dan disetujui oleh
Lasetter. Ia ingin memastikan bahwa fjord khas
Norwegia, arsitektural dan seni rakyat rosemaling
(lukisan dekoratif) menjadi unsur penting dalam
merancang kondisi lingkungan Arendelle. Giaimo
yang memiliki latar belakang bidang animasi,
meyakini bahwa lingkungan yang artistik
merepresentasikan penyatuan antara karakter
dan lingkungannya.
Dalam perjalanan produksinya, film yang
awalnya berjudul The Snow Queen diubah
menjadi Frozen. Del Vecho menjelaskan bahwa
judul Frozen merepresentasikan film itu sendiri.
Selain makna beku yang menggambarkan
kondisi lingkungan yang menjadi es dan salju,
kata beku juga bisa menggambarkan pada
hubungan persaudaraan yang beku, hati yang
beku yang harus dicairkan.***
Artikel oleh: Fitra Sunandar
Productions stills images courtesy of Walt Disney Pictures. All rights reserved.
(Dilarang menyadur/mengutip/mempublikasi ulang tanpa mencantumkan sumber dan nama penulis)
0 Comments